Setiap 25 Januari, bangsa Indonesia memperingati perayaan Hari Gizi Nasional (HGN) dan pada tahun 2024 ini merupakan peringatannya ke-64 tahun. Pertanyaannya apakah dalam momen perayaan HGN ini, kita merayakan dengan penuh suka cita atau malah marayakannya dengan kesedihan? Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 22 Januari 2024 sudah menerbitkan panduan kegiatan memperingati HGN 2024 yang bisa digunakan sebagai acuan penyelenggaraan di tingkat Pusat dan Derah serta berbagai pihak yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan Peringatan HGN 2024. Fakta menariknya, tema yang diangkat pada HGN tahun ini adalah Makanan Pendamping (MP)-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting. Lantas, kita berpikir bahwa sebegitu urgent-kah isu stunting di negeri ini?
Stunting dan Indonesia Emas 2045
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan serta perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronik yang dicirikan dengan panjang atau tinggi badan menurut usia berada dibawah -2 standar deviasi pada kurva pertumbuhan World Health Organization (WHO) yang ditetapkan oleh Peraturan Kementerian Kesehatan RI No.2 Tahun 2020 tentang Standart Antropometri Anak. WHO (2015) juga berpendapat bahwa stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Data menunjukkan angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 21,6% berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022, walaupun data tersebut menunjukan penurunan dibandingkan pada 2021 dengan jumlah angka stunting di Indonesia mencapai 24,4%. Data tersebut mencerminkan perjuangan kita, dan khususnya pemerintah harus ekstrak bekerja keras karena pemerintah memiliki target penurunan stunting di Indonesia pada 2024 sebesar 14% artinya tahun ini angka stunting di Indonesia harus berada di angka 7,6%. Stunting dapat terjadi sejak bayi masih dalam kandungan ibunya, hal ini dapat dilihat dari prevalensi stunting berdasarkan kelompok usia hasil SSGI 2022, dimana terdapat 18,5% bayi dilahirkan dengan panjang badan kurang dari 48 cm. Hal ini menunjukkan bahwa kita dapat melihat pentingnya pemenuhan gizi ibu sejak hamil, hal yang memprihatinkan dari survei yang sama adalah risiko terjadinya stunting meningkat sebesar 1,6 kali dari kelompok umur 6-11 bulan ke kelompok 12-23 bulan (13,7% ke 22,4%) hal ini menunjukkan “kegagalan” dalam pemberian MP ASI sejak bayi berusia 6 bulan, baik dari faktor kesesuaian umur, frekuensi, jumlah, tekstur, dan variasi makanan. Gencarnya pemerintah dalam menangkap bonus demografi justru harus berjibaku menurunkan angka stunting dimana pada kurun waktu 2030-2045 bonus demografi akan menghampiri Indonesia, hal ini ditandai dengan sumber daya manusia yang memiliki usia produktif akan lebih banyak dibandingkan dengan usia non produktif dengan persentasi 60% berbanding 40% dan puncaknya pada 2045 saat Indonesia genap berusia 100 tahun pemerintah menargetkan Indonesia akan menjadi Indonesia Emas. Tren positif ini akan membawa Indonesia mampu bersaing di tatanan global dan akan mentereng sejajar dengan negara-negara maju di Dunia. Refleksi yang bisa kita lakukan adalah apakah bisa dengan target yang besar, tetapi sumber daya manusia Indonesia yang diharapkan menjadi generasi emas malah berada dibayang-bayang kekurang gizi kronik atau stunting.
Berbenah dari Refleksi
Langkah untuk berbenah dari refleksi di atas ialah kita bisa memperhatikan, menjamin kecukupan gizi khususnya energi dan protein pada anak sejak dalam kandungan hingga lahir untuk mencegah terjadinya stunting. Pemenuhan gizi ini khususnya protein bisa disuplai dari protein hewani sesuai dengan tema yang diangkat pada HGN 2024. Headey et al. (2018) menyatakan bahwa protein hewani sangat penting dikonsumsi untuk penurunan stunting. Penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa ada bukti kuat korelasi antara stunting dan indikator konsumsi pangan yang berasal dari hewani, seperti daging, ikan, telur, dan susu atau produk turunannya (keju, yoghurt, dadih, dali, danke, dll). Penelitian ini juga membuktikan bahwa mengkonsumsi pangan protein hewani lebih dari satu jenis memberikan keuntungan dibandingkan mengkonsumsi protein hewani tunggal. Protein hewani memiliki keunggulan dibandingkan dengan protein nabati diantaranya protein hewani cenderung memiliki profil asam amino yang lengkap dan berkualitas tinggi. Asam amino merupakan komponen dasar protein, dan keberadaan asam amino esensial dalam jumlah cukup sangat penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Keunggulan lainnya adalah protein hewani memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati, belum lagi sumber vitamin dan mineral yang terkandung dalam protein hewani seperti vitamin B12, zat besi, zinc, dan kalsium yang lebih mudah diserap dari protein hewani dibandingkan protein nabati. Kandungan asam lemak omega 3 yang kaya pada protein hewani dari komoditi ikan sangat penting untuk kesehatan otak dan jantung juga patut diperhitungkan. Manfaat tersebut sangat mudah kita raih dengan catatan mengonsumsi protein hewani sesuai dengan kebutuhan nutrisi, frekuensi jumlah, tekstur, dan variasi makanan. Food and Agriculture Organization (FAO, 2019) menyampaikan bahwa konsumsi telur, daging, susu, dan produk turunannya masyarakat Indonesia masih sangat rendah dimana konsumsi telur antara 4-6 kg/tahun; konsumsi daging kurang dari 40 g/orang; serta konsumsi susu dan produk turunannya 0-50kg/orang/tahun. Berdasarkan data Susenas 2022, konsumsi protein per kapita masyarakat Indonesia sudah berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram, namun masih cukup rendah untuk sumber protein hewani, dimana kelompok ikan/udang/cumi/kerang sebesar 9,58 gram, daging 4,79 gram, sementara telur dan susu sebanyak 3,37 gram. Data ini jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, konsumsi daging di Indonesia masih tergolong sangat sedikit. Refleksi terakhir dari tulisan ini adalah sebagai negara agraris, zambrut khatulistiwa, serta negara dengan jumlah laut 2/3 dari total daratan nyatanya konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih termasuk terlalu rendah. Faktor yang menyebabkan hal ini selain harganya mahal, daya beli penduduk Indonesia juga yang masih rendah untuk membeli protein hewani. Peran pemerintah, akademisi, serta seluruh stekholder terkait sangat dinantikan untuk memberikan solusi terkait permasalahan yang terjadi, agar harga protein hewani khususnya daging, susu, dan ikan bisa lebih murah lagi dan daya beli masyarakat Indonesia bisa meningkat. Jika hal ini terjadi maka masalah stunting akan segera teratasi.
Referensi:
Anonim. 2024. Panduan Kegiatan Hari Gizi Nasional Tahun 2024. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
https://ayosehat.kemkes.go.id/panduan-hari-gizi-nasional-ke-64-tahun-2024. Diakses pada 25 Januari 2024
https://ayosehat.kemkes.go.id/cegah-stunting-itu-penting. Diakses pada 25 Januari 2024
https://www.bkkbn.go.id/berita-bonus-demografi-sia-sia-jika-stunting-tak ditangani-dengan-baik. Diakses pada 25 Januari 2024