Diabetes mellitus atau kencing manis telah menjadi masalah kesehatan dunia. Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di negara-negara industri baru dan negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2021 terdapat 537 juta orang dewasa dan jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 643 juta pada tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045 (IDF Diabetes Atlas 2021). Pada tahun 2021, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 19,465 juta orang dewasa atau setinggi 10,8%.
Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanangan diabetes perlu mendapat perhatian yang serius. Jika tidak, dampak penyakit tersebut akan membawa komplikasi pada berbagai penyakit lain, seperti impotensi, penyakit jantung, stroke (berisiko 2-4 kali lebih tinggi), tekanan darah tinggi, gagal ginjal, dan kerusakan system saraf. Hal ini tidak saja menyebabkan biaya perawatan dan pengobatannya yang mahal, tetapi juga mengakibatkan laju kematian penderita diabetes (age-adjusted) mencapai 1,5-2,5 kali lebih tinggi dibanding penduduk umumnya.
Penyakit diabetes yang banyak diderita (mencakup 90-95 persen) adalah diabetes tipe 2, yaitu karena tubuh tak cukup menghasilkan insulin atau menggunakan insulin untuk menurunkan gula darah (glukosa). Meski belum bisa disembuhkan, sesungguhnya penderita penyakit ini tetap dapat hidup normal jika mereka menerapkan pengelolaan diabetes yang baik. Langkah-langkah yang mesti dilakukan di antaranya penurunan berat tubuh bagi yang kelebihan berat dan kegemukan, olah raga atau latihan fisik secara teratur, pengaturan pola makan yang baik, menghindari stress dan memeriksakan kadar gula darahnya.
Dari strategi tersebut, cara pertama dan kedua telah berhasil dengan meyakinkan menurunkan risiko diabetes. Sedangkan cara ketiga, meskipun banyak penelitian yang menunjukkan beberapa bahan pangan sanggup menurunkan risiko diabetes, namun hingga sekarang belum ada diet khusus untuk diabetes, yang ada adalah upaya menormalkan kembali kadar gula darah tersebut (60-120 mg/dL).
Untuk mencapai tujuan itu, maka pengaturan dietnya haruslah memperhatikan berat tubuh dan aktivitas penderita diabetes guna menentukan besarnya kalori, adanya komplikasi penyakit lainnya, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Sebagai pedoman, besarnya kalori untuk wanita diabetes adalah berat badan ideal (BBI) dikalikan 25 K.kalori ditambah 20 persen untuk aktivitas, sedang untuk pria : BBI dikalikan 30 K.kalori ditambah 20 persen untuk aktivitas. BBI dihitung dengan rumusan tinggi badan (cm) dikurangi 100 cm dikurangi 10 persen, tetapi untuk wanita di bawah 150 cm dan pria di bawah 160 cm, tak perlu dikurangi 10 persen lagi. Jadi, misalnya seorang pria diabetes dengan berat 65 kg dan tinggi 170 cm akan membutuhkan sebanyak 2.268 K.kalori. Namun jika penderita kelebihan berat jumlah kalorinya dikurangi, sebaliknya jika kekurangan berat badan kalorinya ditambah.
Sejumlah kalori tersebut harus dipenuhi dari karbohidrat (60-70 persen), protein (10-15 persen) dan lemak (20-25 persen) di dalam menu makanan sehari-hari sebagaimana orang sehat. Vitamin dan mineral tetap wajib dipenuhi, meski tidak menghasilkan energi. Sebagai patokan, satu gram lemak/minyak dapat menghasilkan 9 K.kalori, sedangkan karbohidrat dan protein masing-masing menyumbang 4 K.kalori/gram-nya.
Jenis bahan pangan yang telah direkomendasi oleh Joint WHO/FAO Expert Consultative (2003) untuk menurunkan risiko diabetes adalah memenuhi asupan polisakarida bukan pati (Non-Starch Polysaccharides; NSP) melalui konsumsi leguminosa dan serealia utuh, buah-buahan dan sayur-sayuran. Asupan hariannya minimal sebanyak 20 gram. Selain itu, memastikan bahwa asupan lemak jenuhnya tidak melebihi 10 persen dari total energi dan untuk kelompok yang berisiko tinggi, asupan lemak tersebut sebaiknya kurang dari 7 persen total energi.
NSP sering kali dianggap identik dengan serat pangan (dietary fibre). Kini, total serat pangan didefinisikan sebagai komponen pangan yang tersusun dari NSP + resistant starch (pati tahan cerna) + lignin. Yang termasuk kelompok NSP di antaranya selulosa, hemiselulosa, pectin, beta-glukan, fruktan, gum, mucilage (getah), dan polisakarida ganggang/alga. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi pangan tinggi NSP (biji-bijian utuh, sayuran dan buah-buahan) berhasil menurunkan risiko diabetes karena dapat menurunkan level gula darah dan insulin serta mengurangi risiko progresi buruknya toleransi glukosa pada diabetes tipe 2.
Bahan pangan yang kaya NSP, khususnya bentuk terlarut, seperti kacang-kacangan (pulse) memilki indeks glisemik (IG) yang rendah. Bahan pangan dengan IG yang rendah, tanpa memperhatikan kandungan NSP-nya, tidak hanya menghasilkan respons gula darah yang rendah setelah makan, tetapi juga ikut memperbaiki keseluruhan dalam pengendalian glisemik (diukur haemoglobin A1c).
Meski demikian, IG rendah bukan satu-satunya pilihan bagi pengidap diabetes, karena kadar lemak dan fruktosa yang tinggi pada bahan pangan juga menghasilkan IG yang rendah, tetapi menyimpan energi yang tinggi. Sementara itu, asupan lemak total dan lemak jenuh yang tinggi, keduanya berkaitan dengan tingginya risiko kerusakan toleransi glukosa, tinggi level glukosa dan insulin selama puasa, dan rendahnya sensitivitas insulin. Sebaliknya, asupan asam lemak tak jenuh yang tinggi berhubungan dengan turunnya risiko diabetes tipe 2 dan rendahnya kadar glukosa serta meningkatnya sensitivitas insulin.
Oleh karena itu, pemilihan bahan pangan yang tercakup dalam makanan empat sehat lima sempurna atau dalam menu seimbang bagi penderita diabetes seharusnya memperhatikan tiga aspek yaitu kecukupan kalori, konsumsi pangan tinggi NSP (IG rendah) dan kurangi konsumsi lemak, terutama lemak jenuh. Untuk membantu menentukan pilihan tersebut dapat digunakan panduan Tabel 1. Sekali lagi, sesungguhnya semua makanan boleh dimakan oleh penderita diabetes, asalkan sanggup membatasi jumlahnya sesuai kebutuhannya. Jika tidak, apalagi sulit menurunkan gula darahnya, untuk amannya konsumsilah jenis makanan yang disarankan tersebut (Tabel 1).




Setelah mengetahui jenis dan jumlahnya yang harus dimakan, langkah berikutnya adalah mengatur jadwal makan. Sebaiknya penderita diabetes tetap makan ‘besar’ tiga kali (pagi, siang dan malam) ditambah makanan selingan tiga kali, sehingga selang /interval makannya tiga jam. Dengan selang waktu tersebut, glukosa yang terbentuk sudah masuk sel atau jaringan otot.
Petunjuk yang terakhir bagi penderita diabetes adalah jangan mudah stress. Keadaan ini boleh jadi mengacaukan hormon-hormon dan buruknya kinerja organ-organ tubuh sehingga berdampak pada rendahnya produksi dan sensitivitas insulin. Dan jangan lupa memeriksakan kadar gula darahnya sehingga dapat terus mengelola dietnya dengan baik.
** Substansi isi artikel ini telah dimuat di Kompas pada 17 Mei 2004.
Daftar Pustaka
Baghurst dkk, 1996. “Dietary fibre, Non-Starch Polysaccharides and Resistant Starch A Review. Food Australia. Supplement.CSIRO, Australia
Bagian Instalasi RS. ST Elisabeth. Semarang. “Petunjuk Diit Diabetes Mellitus.”
Foster-Powel,K. dan Miller,J.B. “International Tables of Gycemic Index” Am.J.Clin.Nutr.,62: 871S-893S
http://www.kom/kesehatan/newsmpas.co: tentang Diabetes
http://www.kompas.com/company/shp/enteral/diabet.htm
Ohr, L.M. 2002. “Cathing up wih Diabetes”. Food. Tech. 56, 9: 87-92.
WHO, 2003. “Diet, Nutrition, and The Prevention of Chronic Diseases”. Report of a Joint WHO/FAO Expert Consultation. Geneva.