Setiap bulan November, tepatnya pada14 November, komunitas diabetes dan warga dunia perlu hening sejenak untuk memperingati Hari Diabetes Sedunia. Peringatan tersebut dipilih sesuai dengan tanggal kelahiran dan sebagai penghormatan atas jasa Dr. Sir Frederick Banting. Beliau, seorang ahli bedah Kanada, bersama Charles Best, seorang mahasiswa kedokteran, pada 27 juli 2021 berhasil mengisolasi hormon insulin untuk pertama kalinya (Gambar 1). Hormon ini sangat penting dalam metabolism gula darah (glukosa), ia bekerja sebagai kunci pembuka sel sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh sebagai sumber energi.
Diabetes tidak saja menjadi masalah kesehatan dunia, tapi juga bangsa Indonesia. Gangguan metabolism ini tidak hanya semata masalah kadar gula darah yang tinggi, tetapi juga dampak komplikasinya menjalar kemana-mana dan menjadi berbagai penyakit pada organ tubuh lainnya. Meskipun Organinisasi Kesehatan Dunia (WHO), kementerian kesehatan negara-negara di dunia, dan organisasi-organisasi yang peduli akan diabetes telah berupaya mencegah dan menurunkan prevalensi diabetes, faktanya diabetes masih meningkat drastis di dunia dan Indonesia.
A. Diabetes di Dunia
Data diabetes di tingkat global dilaporkan oleh International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2021 mencapai 537 juta orang dewasa (atau 1 dari 10) hidup dengan diabetes. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 643 juta pada tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045. Hampir 1 dari 2 orang dewasa (44%) menderita diabetes tetap tidak terdiagnosis (240 juta). Mayoritas mereka menderita diabetes tipe 2. Lebih dari 3 dari 4 penderita diabetes tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebanyak 541 juta orang dewasa berada pada peningkatan risiko terkena diabetes tipe 2.
Lebih dari 1,2 juta anak-anak dan remaja (0-19 tahun) hidup dengan diabetes tipe 1. Diabetes menyebabkan 6,7 juta kematian pada tahun 2021. Pengeluaran dana untuk kesehatan diabetes pada tahun 2021 setidaknya sebanyak $966 miliar atau sekitar 9% dari total pengeluaran global untuk layanan kesehatan. Satu dari 6 kelahiran hidup (21 juta) terkena glukosa darah tinggi (hiperglikemia) pada kehamilan.
B. Diabetes di Indonesia
Sementara itu, kondisi diabetes di Indonesia juga memrihatinkan. Pada tahun 2021, diabetes di Indonesia berada di posisi kelima, berturut turut di bawah Cina, India, Pakistan, dan Amerika Serikat, dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta. Dengan jumlah penduduk sebesar 179,72 juta, maka tingkat prevalensi diabetesnya mencapai 10,6% (Gambar 2). Dengan demikian, dalam sepuluh tahun terakhir jumlah penderita diabetes meningkat pesat yakni 167% dibandingkan dengan jumlah penderita diabetes pada 2011 yang jumlahnya masih 7,29 juta. Lebih lanjut, IDF memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia dapat mencapai 28,57 juta pada 2045 atau meningkat setinggi 47% dibandingkan dengan pada 2021.
Indonesia termasuk negara dengan penderita diabetes tidak terdiagnosisi terbanyak ketiga di dunia (di bawah Cina dan India), yakni mencapai 14,3 juta atau memiliki proporsi sebesar 73,7%. Seseorang dinyatakan diabetes tidak terdiagnosis, jika seseorang yang kadar glukosa plasmanya sesunggunya telah memenuhi kriteria diabetes yang ditetapkan, tetapi belum didiagnosis oleh dokter. Seseorang dinyatakan diabetes apabila memiliki kadar hemoglobin terglikasi (HA1c) ≥6,5% (≥48 mmol/mol), kadar glukosa plasma yang diukur pada keadaan puasa [≥126 mg/dL (6.99 mmol/L)] dan 2 jam setelah beban glukosa oral [≥200 mg/dL (≥11.10 mmol/L)] (Genuth dkk., 2018).
Di samping hal tersebut di atas, IDF juga melaporkan penderita diabetes tipe 1 pada generasi muda (di bawah 20 tahun) di Indonesia mencapai 13.311 orang. Meskipun jumlah tersebut tidak masuk dalam 10 besar tertinggi di dunia, tetapi perlu perhatian dan penanganan secara serius. Secara total, penderita diabetes tipe 1 di Indonesia mencapai 41.817 orang pada 2022. Jumlah itu menempatkan Indonesia peringkat teratas di ASEAN. Mayoritas penderita diabetes tipe 1 di Indonesia berusia antara 20-59 tahun, sebanyak 26.781 orang dan penderita berusia 60 tahun ke atas sebanyak 1.721 orang. Dalam kasus diabetes tipe 1, tubuh tidak bisa memproduksi insulin sama sekali, sementara itu untuk diabetes tipe 2, tubuh masih bisa menghasilkan insulin, tapi jumlahnya tidak memadai untuk menjalankan fungsinya dengan baik.
Pada 2021, jumlah kematian yang diakibatkan oleh diabetes di Indonesia mencapai 236.711 jiwa dan menduduki di peringkat keenam di tingkat global. Jumlah ini meningkat 58% jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang jumlahnya masih 149.872 jiwa.
Baca juga: Diet untuk Penderita Diabetes
C. Komplikasi Diabetes
Informasi tersebut di atas, membikin kita harus menghela nafas, betapa parah kondisi diabetes di negeri kita ini, baik jumlah, prevalensi, ancaman terhadap anak-anak dan generasi muda, serta berkembangnya diabetes tipe 1, maupun tingkat kematiannya. Karenanya, melalui peringatan hari diabetes ini kita perlu bahu-membahu dan menyiapkan strategi, desain yang baik serta gerakan yang masif serta bersungguh-sungguh untuk mencegah dan mengendalikan penyakit karena gangguan metabolism ini. Sebab, keterlambatan penangan diabetes akan menimbulkan komplikasi yang memperburuk kondisi kesehatannya.
Sebagaimana dilaporkan oleh Federasi Diabetes Internasional pada 14 November 2023, hasil penelitian secara global (Afrika, Asia, Eropa dan Amerika Selatan) mengungkapkan bahwa tujuh dari sepuluh orang yang hidup dengan diabetes (72%) baru mengetahui setelah mengalami komplikasi setidaknya satu komplikasi terkait diabetes – seperti gangguan penglihatan, kerusakan saraf, penyakit jantung, ginjal atau kaki. Selain itu, hampir semua (94%) dari mereka yang disurvei pernah mengalami satu atau lebih komplikasi diabetes selama hidup mereka dengan diabetes. Risiko komplikasi memberikan tekanan yang signifikan pada penderita diabetes. Lebih dari separuh (55%) responden mengatakan khawatir hampir setiap hari akan komplikasi terkait diabetes. Hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa empat dari lima responden (84%) yakin bahwa mereka seharusnya bisa berbuat lebih banyak; hampir dua pertiga (62%) berpendapat bahwa penyedia layanan kesehatan untuk penderita diabetes seharusnya bisa berbuat lebih banyak.
Orang yang hidup dengan diabetes memiliki peningkatan risiko terkena komplikasi diabetes, yaitu penyakit kardiovaskular, mata, ginjal saraf, mulut, diabetes gestinal, gangguan pada kaki, pendengaran, kesehatan mental (Gambar 3). Di negara-negara berpendapatan tinggi, diabetes merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. Mengelola glukosa darah, tekanan darah, dan kadar kolesterol dapat menunda atau mencegah komplikasi. Oleh karena itu, pemantauan rutin terhadap tanda-tanda ini penting bagi penderita diabetes.
Dilaporkan oleh IDF bahwa orang yang hidup dengan diabetes memiliki risiko tiga kali lebih besar terkena penyakit kardiovaskular. Satu dari 3 penderita diabetes akan mengalami kehilangan penglihatan selama hidupnya. Gagal ginjal 10 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Setiap 30 detik, satu anggota tubuh bagian bawah hilang di suatu tempat di dunia akibat diabetes.
1. Penyakit kardiovaskular (Cardiovascular disease, CVD) dan pencegahannya
Diabetes dan penyakit jantung seringkali berjalan beriringan. Dengan melindungi jantung melalui perubahan gaya hidup sehat juga dapat membantu mengelola diabetes yang lebih baik. Penderita diabetes memiliki risiko dua kali lebih terkena penyakit jantung atau stroke dibandingkan seseorang yang tidak menderita diabetes, dan diabetes bisa terjadi pada usia yang lebih muda. Semakin lama menderita diabetes, semakin besar potensinya terkena penyakit jantung.
Penyakit jantung mencakup berbagai masalah yang mempengaruhi kinerja jantung. Istilah “penyakit kardiovaskular” dapat mencakup semua jenis penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah. Jenis yang paling umum adalah penyakit arteri koroner, yang mempengaruhi aliran darah ke jantung.
Penyakit arteri koroner disebabkan oleh penumpukan plak pada dinding arteri koroner, yaitu pembuluh darah yang memasok oksigen dan darah ke jantung. Plak dapat terbentuk dari timbunan kolesterol, yang membuat bagian dalam arteri menyempit dan menurunkan aliran darah. Proses ini disebut aterosklerosis, atau pengerasan pembuluh darah. Penurunan aliran darah ke jantung dapat menyebabkan serangan jantung. Penurunan aliran darah ke otak dapat menyebabkan stroke.
Pengerasan pembuluh darah juga bisa terjadi di bagian tubuh lainnya. Di tungkai dan kaki, ini disebut penyakit arteri perifer. Penyakit ini seringkali menjadi tanda pertama bahwa penderita diabetes menderita penyakit kardiovaskular.
Penderita diabetes juga lebih mungkin mengalami gagal jantung. Gagal jantung adalah kondisi yang serius, namun bukan berarti jantung berhenti berdetak, tetapi jantung tidak dapat memompa darah dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan di kaki dan penumpukan cairan di paru-paru, sehingga sulit bernapas. Gagal jantung cenderung memburuk seiring berjalannya waktu, namun diagnosis dan pengobatan dini dapat membantu meringankan gejala dan menghentikan atau menunda kondisi semakin buruk.
CVD mempengaruhi kinerja jantung dan pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan komplikasi fatal seperti serangan jantung dan stroke. CVD merupakan penyebab kematian paling umum pada penderita diabetes. Faktor risikonya ialah tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan glukosa darah tinggi meningkatkan risiko komplikasi kardiovaskular.
Seiring waktu, gula darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah dan saraf yang mengontrol jantung. Penderita diabetes juga lebih mungkin memiliki kondisi lain yang meningkatkan risiko penyakit jantung, yaitu tekanan darah tinggi yang meningkatkan tekanan darah melalui arteri dan dapat merusak dinding arteri. Memiliki tekanan darah tinggi dan diabetes dapat sangat meningkatkan risiko penyakit jantung. Terlalu banyak kolesterol LDL (“jahat”) dalam aliran darah dapat membentuk plak pada dinding arteri yang rusak. Trigliserida tinggi (sejenis lemak dalam darah) dan kolesterol HDL (“baik”) yang rendah atau kolesterol LDL yang tinggi diduga berkontribusi terhadap pengerasan arteri. Tak satu pun dari kondisi ini yang memiliki gejala. Dokter dapat memeriksa tekanan darah dan melakukan tes darah sederhana untuk mengetahui apakah kadar LDL, HDL, dan trigliserida tinggi atau tidak.
Faktor-faktor berikut juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung: merokok, kelebihan berat badan atau mengalami obesitas, tidak mendapatkan aktivitas fisik yang cukup, mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh, lemak trans, kolesterol, dan natrium (garam), minum terlalu banyak alcohol.
Oleh karena itu, sebagai upaya pencegahannya dapat dilakukan dengan mengurangi atau menghindari faktor risiko tersebut.
2. Penyakit mata (retinopati diabetik) dan pencegahannya
Penyakit retinopati ini banyak diderita oleh penderita diabetes sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang dapat berujung pada kebutaan. Glukosa darah tinggi, tekanan darah dan kadar kolesterol adalah penyebab utama retinopati diabetik. Pemeriksaan mata secara teratur dapat membantu mencegah masalah penglihatan dan mencegahnya bertambah parah.
Penyakit mata yang dapat menyerang penderita diabetes antara lain retinopati diabetik, edema makula (yang biasanya berkembang bersamaan dengan retinopati diabetik), katarak, dan glaukoma. Semua hal dapat menyebabkan hilangnya penglihatan, namun diagnosis dan pengobatan dini dapat membantu melindungi penglihatan.
Retinopati diabetik, penyakit mata yang umum ini merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa usia kerja. Retinopati diabetik terjadi ketika gula darah tinggi merusak pembuluh darah di retina (lapisan sel peka cahaya di bagian belakang mata). Pembuluh darah yang rusak bisa membengkak dan bocor sehingga menyebabkan penglihatan kabur atau aliran darah terhenti. Terkadang pembuluh darah baru tumbuh, namun tidak normal dan dapat menyebabkan masalah penglihatan lebih lanjut. Retinopati diabetik biasanya menyerang kedua mata.
Penderita diabetes tipe 1, tipe 2, atau gestasional (diabetes saat hamil) dapat mengalami retinopati diabetik. Semakin lama menderita diabetes, semakin besar kemungkinan mengidapnya. Faktor-faktor ini juga dapat meningkatkan risiko, ialah gula darah, tekanan darah, dan kadar kolesterol yang terlalu tinggi, merokok, ras/etnis: orang Afrika-Amerika, Hispanik/Latin, dan Indian Amerika/Penduduk asli Alaska mempunyai risiko lebih tinggi. Cara sederhana untuk pencegahannya ialah dengan mengurangi atau menghindari faktor risiko tersebut.
3. Penyakit ginjal (nefropati diabetik)
Penyakit ginjal disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di ginjal, sehingga menyebabkan fungsi ginjal tidak efisien atau gagal. Ini lebih umum terjadi pada penderita diabetes. Mempertahankan kadar glukosa darah dan tekanan darah normal dapat menurunkan risiko penyakit ginjal secara signifikan.
Setiap ginjal terdiri dari jutaan filter kecil yang disebut nefron. Seiring berjalannya waktu, gula darah tinggi akibat diabetes dapat merusak pembuluh darah di ginjal serta nefron sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak penderita diabetes juga mengalami tekanan darah tinggi, yang juga dapat merusak ginjal.
Penyakit ginjal kronis (PGK) membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan biasanya tidak menunjukkan tanda atau gejala apa pun pada tahap awal. Kita tidak akan tahu bahwa kita mengidap PGK kecuali dokter memeriksanya.
Untuk membantu menjaga kesehatan ginjal dapat dilakukan dengan mengelola gula darah, tekanan darah, dan kadar kolesterol. Hal ini juga sangat penting untuk jantung dan pembuluh darah, karena gula darah, tekanan darah, dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor risiko penyakit jantung dan stroke. Untuk itu perlu dijaga kadar gula darah sebisa mungkin dalam kisaran normal, melakukan tes HA1C setidaknya dua kali setahun, memeriksa tekanan darah secara rutin dan pertahankan di bawah 140/90 mm/Hg, jaga kadar kolesterol normal, makan makanan rendah natrium, makan lebih banyak buah dan sayuran, aktif secara fisik, dan minum obat sesuai petunjuk dokter.
Lanjut ke bagian 2.