Pendahuluan
Berdasarkan data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia mencapai 4.535 dengan jumlah Program Studi sebanyak 41.331. Sementara itu, jumlah Perguruan Tinggi yang tercatat oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mencapai 3.049 dengan jumlah Program Studi sebanyak 28.128. Dari sejumlah PT tersebut diketahui sebagian besar (63,63%) masih terakreditasi dengan peringkat Baik (1.808), dan C (27), serta yang tidak terakreditasi (108) PT. Terdapat gap data jumlah PT di PD Dikti dengan BAN-PT sebanyak 1.486 PT dan sejumlah PT tersebut belum tercatat (belum terakreditasi) oleh BAN-PT. Dengan demikan, sangat urgen untuk dilakukan peningkatan mutu perguruan tinggi melalui akreditasi PT. Akreditasi PT akan memberikan jaminan kepuasan pemangku kepentingan dan rekognisi masyarakat. Kehadiran pemeringkatan akreditasi oleh BAN-PT turut membantu menyediakan informasi kepada masyarakat yang tersebar di nusantara, khususnya calon mahasiswa dan orang tua yang akan membiayai anaknya studi di perguruan tinggi agar tidak salah pilih terkait kualitas PT yang akan dipilihnya.
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi
Sebagaimana telah dijadikan pertimbangan pada Undang-Undang Pendidikan Tinggi (nomor 12 tahun 2012) bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidkan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Lebih lanjut ditetapkan pada pasal 52 ayat 3 bahwa Menteri menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan Tinggi dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Dalam upaya meningkatkan mutu perguruan tinggi, pemerintah telah memberikan panduan melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Mengacu peraturan tersebut, perguruan tinggi dapat menentukan sendiri Standar Pendidikan Tinggi-nya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, meskipun tetap wajib mengikuti Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti). Pengertian mutu pendidikan tinggi didefinisikan sebagai tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan Standar Pendidikan Tinggi yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi. SN Dikti telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2020. Standar Nasional Pendidikan Tinggi dinyatakan sebagai satuan standar yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat. Standar penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, berturut-turut merupakan kriteria minimal tentang sistem penelitian dan sistem pengabdian kepada masyarakat pada Perguruan Tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 3 dan 4, Permendikbud RI nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi). SN Dikti terdiri dari standar pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang masing-masing ruang lingkupnya terdiri dari 8 standar, sehinga jumlah keseluruhannya terdapat 24 standar.
Adapun Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi tersebut didefinisikan sebagai sejumlah standar pada perguruan tinggi yang melampaui SN Dikti. Standar Pendidikan Tinggi ini disusun dan dikembangkan oleh perguruan tinggi dan ditetapkan dalam peraturan pemimpin perguruan tinggi bagi PTN, atau peraturan badan hukum penyelenggara bagi PT Swasta, setelah disetujui senat pada tingkat perguruan tinggi. Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh setiap Perguruan Tinggi tersebut terdiri atas sejumlah standar dalam bidang akademik dan nonakademik yang melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Pasal 54 ayat 4, Permenristekdikti nomor 62 Tahun 2016).
Standar Dikti yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi tersebut harus ‘melampaui’ SN Dikti ditentukan oleh visi Perguruan Tinggi. Pengertian ‘melampaui’ atau melebihi baik secara ‘kuantitatif’ (horizontal), maupun secara ‘kualitatif’ (vertikal) juga harus bermakna memiliki orientasi pada tingkat nasional bahkan internasional, karena yang dilampaui tersebut adalah Standar Nasional Dikti, berskala nasional. Contoh pelampauan standar yang bersifat kualitafif, pada Standar Proses Pembelajaran mengenai masa dan beban belajar penyelenggaraan program pendidikan dinyatakan paling lama 7 (tujuh) tahun akademik untuk program sarjana, program diploma empat/sarjana terapan, dengan beban belajar mahasiswa paling sedikit 144 (serratus empat puluh empat) Satuan Kredit Semester, kemudian suatu PT menetapkan masa studi paling lama menjadi 6 tahun. Adapun contoh pelampauan yang bersifat kuantitatif, misalnya dengan menambah Standar Penetapan Visi dan Misi, Standar Kerja Sama, Standar Penerimaan Mahasiswa Baru, dan Standar Peningkatan Income Generating dan lain-lainnya.
Dari berbagai perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi yang masih baru, boleh jadi belum dapat memahami secara utuh keberadaan dan pentingnya Standar Pendidikan Tinggi. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa mutu dari perguruan tinggi tidak cukup melampaui SN Dikti saja, tetapi harus pula memuat isi Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang berbobot baik secara kuantitas maupun kualitasnya yang benar-benar melampaui tingkat nasional. Langkah selanjutnya, setelah tersedia Standar Dikti tersebut, maka pelaksanaan penjaminan mutu secara internal wajib berjalan secara berencana dan berkesinambungan. Telah disampaikan melalui peraturan Permenristekdikti nomor 62 Tahun 2016, bahwaSistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) atau perguruan tinggi masing-masing haruslah merupakan kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Mengingat perbaikan atau peningkatan mutu perguruan tinggi berjalan lambat maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan menghadirkan SPMI pada perguruan tinggi. SPMI dikelola secara berencana dan berkesinambungan oleh perguruan tinggi bersangkutan. Implementasi sistem penjaminan mutu perguruan tinggi yang baik, sistemik dan berkelanjutan, akan menumbuhkembaknan budaya mutu yang baik pula. Budaya mutu tersebut mencakup pola pikir, sikap dan perilaku. Dengan implementasi SMPI yang sangat baik diharapkan ketika dilakukan akreditasi oleh BAN-PT sebagai bagian dari penjaminan mutu eksternal, hasilnya pun dapat sangat baik. Sistem panjaminan mutu eksternal (SPME) merupakan kegiatan penilaian melalui akreditasi untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu program studi dan perguruan tinggi. SMPE dapat dilakukan oleh BAN-PT, Lembaga Akreditasi Masyarakat (LAM) untuk Program Studi, atau lembaga akreditasi sejenis bereputasi internasional.
Percepatan Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi melalui Akreditasi Perguruan Tinggi
Merespons permasalahan rendahnya mutu PT di Indonesia tersebut di atas, sesunggungnya strategi yang paling tepat dijadikan solusi ialah masing-masing PT menjalankan SMPI dengan bertahapan, berencana dan berkelanjutan secara baik. Namun demikian, hal tersebut nampaknya, untuk saat ini bukanlah menjadi pilihan satu-satunya, karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Belum terselenggaranya SPMI secara baik dapat disebabkan banyak faktor, diantaranya; budaya mutu belum terwujud, persepsi pemahaman standar pendidikan tinggi yang berbeda, dan kurangnya sosialisasi dan ketersediaan dokumen dan indikator terkait standar pendidikan tinggi yang telah dimilikinya, serta kurangnya komitmen dari para pimpinan PT. Melalui akreditasi oleh BAN-PT akan mendorong dan ‘memaksa’ PT untuk segera memiliki dan menyelengarakan SPMI secara baik di masing-masing PT. Kriteria yang digunakan dalam penilaian akreditasi oleh BAN-PT tidak lain ialah mengevaluasi kinerja pelaksanaan penjaminan mutu internal terhadap standar-satandar pendidikan tinggi yang telah ditetapkan.
Sebagaimana ditetapkan pada pasal 5 ayat 1 Permenristekdikti nomor 62 Tahun 2016 tentang SPM Dikti, SPMI memiliki siklus kegiatan yang terdiri atas: Penetapan Standar Dikti, Pelaksanaan Standar Dikti, Evaluasi (Pelaksanaan) Standar Dikti, Pengendalian (Pelaksanaan) Standar Dikti, dan Peningkatan Standar Dikti, atau sering dikenal dengan manajemen SPMI PPEPP. Sementara itu, pada pasal 6 ayat 1, Permenristekdikti nomor 62 Tahun 2016 tentang SPM Dikti, SPME yang dilakukan melalui akreditasi memiliki siklus kegiatan yang terdiri atas: tahap Evaluasi data dan informasi, tahap Penetapan status akreditasi dan peringkat terakreditasi, dan tahap Pemantauan dan evaluasi status akreditasi dan peringkat terakreditasi, atau sering dikenal dengan manajemen SPME EPP.
Terkait penjaminan mutu, BAN-PT telah menetapkan kriteria penilaian akreditasi PT untuk mendapatkan skor maksimal (4) bahwa Perguruan Tinggi harus telah menjalankan SPMI yang dibuktikan dengan keberadaan 5 aspek: 1) organ/fungsi SPMI, 2) dokumen SPMI, 3) auditor internal, 4) hasil audit, dan 5) bukti tindak lanjut, dan memiliki standar yang melampaui SN Dikti yang membawa daya saing internasional dalam kuantitas dan kualitas yang signifikan, dan efektif untuk menumbuhkembangkan budaya mutu, serta menerapkan inovasi SPM, seperti: audit berbasis resiko (risk based audit ) atau inovasi lainnya. Penilaian tesebut tidak lepas dari amanah pasal 8 ayat 4 Permenristekdikti nomor 62 Tahun 2016 tentang SPM Dikti: Perguruan tinggi mempunyai tugas dan wewenang: a. merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, mengendalikan, dan mengembangkan SPMI; b. menyusun dokumen SPMI yang terdiri atas: 1. Dokumen kebijakan SPMI; 2. Dokumen manual SPMI; 3. Dokumen standar dalam SPMI; dan 4. Dokumen formulir yang digunakan dalam SPMI; c. Membentuk unit penjaminan mutu atau mengintegrasikan SPMI pada manajemen perguruan tinggi; dan d. mengelola PD Dikti pada tingkat perguruan tinggi.
Lebih lanjut, terkait pengembangan budaya mutu, BAN-PT telah menetapkan kriteria penilaian akreditasi PT untuk mendapatkan skor maksimal (4), bahwa perguruan tinggi harus memiliki bukti yang sahih dari praktik baik pengembangan budaya mutu di perguruan tinggi melalui rapat tinjauan manajemen, yang mengagendakan pembahasan 7 unsur, yaitu 1) hasil audit internal, 2) umpan balik, 3) kinerja proses dan kesesuaian produk, 4) status tindakan pencegahan dan perbaikan, 5) tindak lanjut dari rapat tinjauan manajemen sebelumnya, 6) perubahan yang dapat mempengaruhi sistem penjaminan mutu, dan 7) rekomendasi untuk peningkatan. Kriteria ini mengemban amanah dari pasal 5 ayat 2 Permenristekdikti nomor 62 Tahun 2016 tentang SPM Dikti, bahwa evaluasi tersebut dilakukan melalui audit mutu internal. Yang dimaksud evaluasi ialah unsur E (evaluasi) dari siklus PPEPP, dengan dilengkapi bukti, umpan balik, sampai rekomendasinya untuk peningkatan.
Evaluasi pelaksanaan Standar Dikti dilakukan dengan menyelenggarakan Audit Mutu Internal (AMI), yaitu memeriksa tentang pemenuhan Standar Dikti pada tahap pelaksanaan Standar Dikti. Audit mutu internal merupakan proses pengujian yang sistematik, mandiri, dan terdokumentasi untuk memastikan pelaksanaan kegiatan di PT sesuai prosedur dan hasilnya telah sesuai dengan standar untuk mencapai tujuan institusi. Dengan demikian, audit mutu internal bukanlah asesmen/penilaian melainkan pencocokan kesesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan suatu kegiatan/program. Hasil Audit Mutu Internal dapat terdiri atas:
1. Pelaksanaan Standar Dikti mencapai Standar Dikti yang telah ditetapkan;
2. Pelaksanaan Standar Dikti melampaui Standar Dikti yang telah ditetapkan;
3. Pelaksanaan Standar Dikti belum mencapai Standar Dikti yang telah ditetapkan;
4. Pelaksanaan Standar Dikti menyimpang dari Standar Dikti yang telah ditetapkan.
Apapun hasil audit mutu internal pelaksanaan Standar Dikti, yaitu mencapai, melampaui, belum mencapai, maupun menyimpang dari standar, perguruan tinggi harus melakukan sistem pengendalian Standar Dikti. Ketersediaan dokumen tersebut sangat penting karena menjadi bagian dari kriteria penilaian akreditasi yang ditetapkan oleh BAN-PT.
Mutu Pendidikan Tinggi selain diukur dari pemenuhan setiap Standar Pendidikan Tinggi, tetapi harus pula diukur dari pemenuhan interaksi antarstandar Pendidikan Tinggi untuk mewujudkan budaya mutu. Amanah tersebut sesuai dengan pasal 3 ayat 1 Permenristekdikti nomor 32 Tahun 2016, bahwa akreditasi dilakukan terhadap Program Studi dan Perguruan Tinggi berdasarkan interaksi antarstandar di dalam Standar Pendidikan Tinggi. Penilaian akreditasi Perguruan Tinggi oleh BAN-PT digunakan 2 dokumen, yaitu Laporan Kinerja Perguruan Tinggi (LKPT) dan Laporan Evaluasi Diri (LED). LKPT berisi 5 kelompok besar data, yaitu
1. Tata Pamong, Tata Kelola dan Kerja Sama,
2. Mahasiswa,
3. Sumber Daya Manusia,
4. Keuangan, Sarana dan Prasarana, dan
5. Luaran dan Capaian.
LED berisi 4 bagian besar:
1. Cakupan Evaluasi Diri,
2. Kriteria,
3. Analisis dan Penetapan Program Pengembangan Institusi, dan
4. Penutup.
Kriteria berisi: 1. Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi, 2. Tata Pamong, Tata Kelola, dan Kerja sama, 3. Mahasiswa, 4. Sumber Daya Manusia, 5. Keuangan, Sarana, dan Prasarana, 6. Pendidikan, 7. Penelitian, 8. Pengabdian kepada Masyarakat, 9. Luaran dan Capaian Tridharma. Mencermati hubungan kriteria akredreditasi dengan Standar Dikti, maka substansi isi kriteria yang dinilai oleh BAN-PT Sebagian besar telah terpenuhi melalui SN Dikti, sedangkan kekurangannya untuk Standar Mahasiswa, Standar Kerja sama, dan Standar Penetapan Visi dan Misi PT perlu (wajib) ditambahkan sebagai Standar Dikti yang ditetapkan oleh PT.
Penutup
Indikator bahwa mutu perguruan tinggi di Indonesia masih rendah tercermin dari sebagian besar (63,63%) PT terakreditasi dengan peringkat paling rendah yaitu Baik (1.808), dan C (27), serta yang tidak terakreditasi (108) dari 3.049 PT di seluruh Indonesia yang dilaporkan oleh BAN-PT. Sementara itu, berdasarkan data dari Pangkalan Data Dikti terdapat 1.486 PT yang belum tercatat oleh BAN-PT dan dapat diasumsikan sebagai PT yang belum terakreditasi. Dengan kualitas Perguruan Tinggi tersebut, nampak menjadi ‘pekerjaan rumah’ yang besar untuk memenuhi harapan sebagaimana diamanahkan di dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi (nomor 12 than 2012) bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan Pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau professional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Oleh karena itu, sangat urgen untuk melakukan percepatan penjaminan mutu melalui akreditasi dalam rangka meningkatkan mutu perguruan tinggi di Indonesia. Akreditasi yang dilakukan oleh BAN-PT sebagai SPME bertugas melakukan penilaian untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu program studi dan perguruan tinggi. Kegiatan tersebut akan membantu, ‘mendesak, dan memaksa’ PT untuk segera meningkatkan mutunya, melalui Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Selain itu, upaya tersebut juga sebagai salah satu perwujudan dari misi BAN-PT, yaitu menumbuhkembangkan pemahaman, kesadaran dan tangggung jawab serta budaya mutu di perguruan tinggi.
Referensi
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Distribusi Peringkat. Diakses tanggal 6 Maret 2023 dari https://www.banpt.or.id/?page_id=1903.
Panduan Penyusunan Laporan Evaluasi Diri IAPT 3.0. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Jakarta. 2019. Lampiran Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 3 tahun 2019 tentang Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi.
Panduan Penyusunan Laporan Kinerja Perguruan Tinggi IAPT 3.0. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Jakarta. 2019. Lampiran Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 3 tahun 2019 tentang Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi.
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi. PDDikti dalam Angka. Diakses tanggal 6 Maret 2023 dari https://pddikti.kemdikbud.go.id/
Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi nomor 3 Tahun 2019 tentang Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.