Wikimedia Commons/Anemia
- Indeks kelaparan Indonesia pada tahun 2020 berada pada urutan 70 dari 107 negara dengan skor 19,1 atau kategori level sedang.
- Kelaparan tersembunyi (hidden hunger) khususnya kekurangan zat besi dan iodium di Indonesia masih cukup tinggi.
- Penguatan penganekaraman pangan, penurunan angka kelaparan, terutama hidden hunger dapat ditempuh melalui konsumsi makanan terfortifikasi, biofortifikasi dan suplementasi mikronutrien.
Pada akhir tahun 2020, telah dilaporkan bahwa indeks kelaparan Indonesia berada pada urutan 70 dari 107 negara yang dikaji dengan skor 19,1 (skala 0-100, 0 = tidak ada kelaparan) dan masuk kategori level moderate atau sedang 1. Posisi tersebut setingkat dengan negara Kamerun dan Namibia. Yang tentu saja, rasanya kita tidak bisa menerimanya, semestinya kita dapatlah melampaui mereka, karena negeri ini dikaruniai dengan tanah yang subur, gemah ripah loh jinawi. Meski begitu hasil laporan tersebut sangatlah fair, karena global hunger index suatu negara dihitung berdasarkan persentase dari 4 indikator, yaitu penduduk yang mengalami kekurangan kalori (undernourishment), anak balita (bawah lima tahun) kurus (wasting), balita kerdil (stunting), dan anak-anak yang meninggal. Dari empat indikator tersebut, capaian dari dua indikator tidaklah menggembirakan yaitu persentase balita kurus (10,2%) termasuk kategori tinggi dan stunting (30,8%) termasuk sangat tinggi, sementara dua indikator lainnya termasuk kategori rendah; kurang kalori (9%) dan mortabitas anak-anak (2,5%). Angka-angka tersebut sudah menunjukkan perbaikan dibanding beberapa tahun lalu, meskipun masih tergolong tinggi. Sebagaimana ditunjukkan dari hasil Riskesdas tahun 2007, 2010, 2013 bahwa Indonesia masih memiliki masalah kekurangan gizi. Kecenderungan prevalensi kurus (wasting) anak balita dari 13,6% menjadi 13,3, sedangkan prevalensi anak balita pendek (stunting) berturut-turut sebesar 36,8%, 35,6%, 37,2%. Prevalensi gizi kurang (underweight) berturut-turut 18,4%, 17,9% dan 19,6% 2.
Hidden Hunger
Meskipun persentase kurang kalori untuk anak dan dewasa tergolong rendah, status gizi ini perlu terus diwaspadai karena adanya potensi hidden hunger (kelaparan tersembunyi) yang masing tinggi. Disebut hidden hunger, karena individu tidak merasakan lapar yang seperti yang dirasakan ketika beberapa jam tidak makan, tetapi oleh sebab kekurangan zat gizi mikro. Individu mungkin tidak merasakannya lapar di perut, tetapi itu sesungguhnya menyerang pada inti kesehatan dan vitalitas yang bersangkutan. Kekurangan zat gizi mikro (juga dikenal sebagai kelaparan tersembunyi) merupakan suatu bentuk kekurangan gizi yang terjadi ketika asupan atau penyerapan vitamin dan mineral terlalu rendah untuk mempertahankan kesehatan dan perkembangan yang baik pada anak-anak, dan fungsi fisik dan mental yang normal pada orang dewasa. Penyebabnya dapat berupa pola makan yang buruk, penyakit, atau peningkatan kebutuhan mikronutrien yang tidak terpenuhi selama kehamilan dan menyusui. Beberapa efek defisiensi dari mikronutrien penting disampaikan sebagai berikut 3, 4: defisiensi yodium menyebabkan kerusakan otak pada bayi yang baru lahir, menurunnya kapasitas mental, dan penyakit gondok. Defisiensi besi menyebabkan anemia, gangguan perkembangan kognitif dan motorik, meningkatnya risiko kematian ibu saat melahirkan, bayi prematur, berat bayi rendah, dan kalori rendah. Defisiensi vitamin A menyebabkan gangguan penglihatan, kebutaan, meningkatnya risiko sakit dan kematian karena infeksi seperti diare dan campak, dan meningkatnya risiko kematian. Defisiensi seng menyebabkan melemahnya sistem imun, sering infeksi, dan stunting. Defisiensi asam folat menyebabkan cacat pembuluh syaraf otak (neural tube defect), meningkatnya risiko osteoporosis, demensia Alzheimer, dan menurunnya kemampuan pendengaran.
Lebih dari 2 miliar orang di seluruh dunia menderita kelaparan tersembunyi, yang berarti lebih dari dua kali lipat dari 805 juta orang yang mengalami kekurangan kalori. Kekurangan zat gizi mikro menyebabkan sekitar 1,1 juta dari 3,1 juta kematian anak yang terjadi setiap tahun akibat kekurangan gizi 4. Meskipun proporsi yang lebih besar dari tingkat kelaparan tersembunyi ditemukan di negara berkembang, kekurangan zat gizi mikro, khususnya kekurangan zat besi dan yodium, juga tersebar luas di negara maju. Anemia pada wanita usia subur Indonesia mencapai sekitar 20,2 juta atau 28,8% 5. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 6, proporsi anemia ibu hamil mencapai 48,9%. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 2013, 15 – 25 % anak usia sekolah (6-12 tahun), wanita usia subur, ibu hamil dan ibu menyusui berisiko kekurangan iodium. Masalah yang dialami ini salah satu penyebabnya adalah lebih dari 50 persen garam rumah tangga di Indonesia tidak teriodisasi cukup (<30 ppm I dalam bentuk KIO3) 7. Dua contoh tersebut, menggambarkan hidden hunger di Indonesia masih cukup tinggi.
Kelaparan dan Diversifikasi Pangan Stagnan
Kompleksitas permasalahan baik pada tingkat kelaparan pada umumnya maupun tersembunyi yang terjadi di negeri ini, kiranya perlu perhatian dan penanganan yang serius baik oleh pemerintah, maupun masyarakat luas, termasuk perusahaan swasta. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan lebih fokus dan bertanggungjawab untuk mengatasi inti dari permasalahan tersebut, yakni kurangnya asupan gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan mikro (vitamin dan mineral). Dan tentu saja harus bersinergi dengan kementerian dan organisasi terkait. Jika ditarik mundur lagi, mengapa asupan gizi tersebut masih kurang? Jawabannya ialah karena ketahanan pangan Indonesia masih belum kuat. Berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit 8 didalam Global Food Security Index (GFSI) 2020, negeri kita menempati peringkat 65 (skor 59,5, skala 0-100, 100 = sangat baik) dari 113 negara yang dikaji, yang berarti memburuk dibanding tahun sebelumnya (2019, peringkat 62). Catatan baik dari laporan tersebut, Indonesia memiliki kekuatan pada 5 aspek, yaitu program jejaring keamanan pangan (skor 100), volatilitas produksi pertanian (91,5), keamanan pangan (88,3), kehilangan (loss) pangan (84,6), dan tarif impor pertanian (78,4),tetapi terungkap kekurangannya yaitu diversifikasi diet-nya sangat rendah (16,4) dan ini juga telah disampaikan pada tahun-tahun sebelumnya. Pertanyaan selanjutnya mengapa pergerakan diversifikasi pangan di Indonesia stagnan?
Kebijakan penganekaragaman pangan sesungguhnya telah ditetapkan di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan 9. Ditegaskan bahwa penganekaragaman Pangan merupakan upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Penganekaragaman pangan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman; mengembangkan usaha pangan; dan/atau, meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, ditegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan Gizi masyarakat dan mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif dan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan membudayakan pola konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Untuk menindaklanjuti Undang-undang Pangan tersebut dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 15/Permentan/Ot.140/2/2013 Tentang Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2013 10, dan disusuli dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12/Kpts/Kn.210/K/02/2016 Tentang Petunjuk Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Tahun 2016 11. Sudah 9 tahun Undang-undang Pangan berjalan, petunjuk teknis operasional, dan anggaran tersedia, dan telah dilaksanakan, namun mengapa belum membuahkan hasil yang seperti yang diharapkan. Kiranya perlu evaluasi lebih mendalam, terutama dampaknya terhadap masyarakat dari program-program yang telah dilaksanakan, selanjutnya digunakan untuk perbaikannya agar tingkat konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman benar-benar terwujud.
Solusi Hidden Hunger
Selain melalui penguatan penganekaraman pangan, penurunan angka kelaparan, terutama hidden hunger dapat ditempuh melalui konsumsi makanan terfortifikasi, biofortifikasi dan suplementasi mikronutrien 4. Fortifikasi makanan komersial dengan menambahkan sejumlah mikronutrien ke makanan pokok atau bumbu selama pemrosesan, membantu konsumen mendapatkan tingkat mikronutrien yang direkomendasikan. Fortifikasi, sebuah strategi kesehatan masyarakat yang terukur, berkelanjutan, dan hemat biaya, dan yang telah memberikan hasil yang baik, ialah fortifikasi garam beryodium. Fortifikasi lain, misalnya dengan menambahkan vitamin B, zat besi, dan/atau seng ke tepung terigu dan menambahkan vitamin A ke minyak goreng dan gula. Biofortifikasi merupakan intervensi yang relatif baru, yaitu melibatkan pemuliaan tanaman pangan, menggunakan metode konvensional atau transgenik, untuk meningkatkan kandungan mikronutriennya. Pemulia tanaman juga meningkatkan hasil dan ketahanan terhadap hama, serta sifat konsumsi, seperti rasa dan waktu memasak untuk menyamai atau mengungguli varietas konvensional. Beberapa tanaman biofortifikasi antara lain jagung-vitamin A, singkong-vitamin A, kacang-besi, millet mutiara-besi, beras-seng, dan gandum-seng. Suplementasi vitamin A adalah salah satu intervensi yang paling hemat biaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup anak. Suplementasi vitamin A biasanya hanya menargetkan populasi anak rentan antara enam bulan dan lima tahun. Suplementasi untuk defisiensi mikronutrien lainnya kurang umum. Suplemen zat besi-folat diresepkan untuk wanita hamil meskipun tingkat cakupannya (coverage) dan kepatuhannya masih rendah.
Akhirnya, mari segenap kekuatan bangsa bersinergi dan berkontribusi untuk memperbaiki hunger index kita agar menjadi bangsa yang lebih bermartabat sebagaimana cita-cita bangsa ini merdeka: mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur!
*Artikel ini telah dipublikasikan di dalam Buku Inovasi Teknologi Pangan Menuju Indonesia Emas, PAPTI, 2021, dan dapat diakses melalui http://reader.mercubuana-yogya.ac.id/index.php/display/file/17262/1/
Referensi
- Globalhungerindex.org. 2020 Global Hunger Index by Severity. Diakses pada 11 Juni 2021, dari https://www.globalhungerindex.org/ranking.html.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Gizi Seimbang (Pedoman Teknis Bagi Petugas Dalam Memberikan Penyuluhan Gizi Seimbang). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesiaa. 2014.
- Smolin, L.A. and Grosvenor, M.B. Nutrition. Orlando: Science & Applications Sounders College Publishing. 2007.
- Biro, E. and Menon, P. Addressing the Challenge of Hidden Hunger. 2014. Diakses pada 11 Juni 2021 dari https://www.globalhungerindex.org/issues-in-focus/2014.html
- Food and Agriculture Organization of the United Nations. The State of Food Security and Nutrition in the World 2019.Safeguarding Against Economic Slowdowns And Downturns. Rome. 2019.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Diakses pada 11 Juni 2021 dari https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf
- Litbang.kemkes.gp.id. Kekurangan Iodium Masih Saja Menjadi Masalah Kesehatan. Diakses pada 11 Juni 2021 dari https://www.litbang.kemkes.go.id/kekurangan-iodium-masih-saja-menjadi-masalah-kesehatan/
- The Economist Intelligence Unit. Global Food Security Index 2020. Sponsored by Corteva Agriscience. Diakses pada 8 Juni 2021 dari https://foodsecurityindex.eiu.com/Index.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
- Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 15/Permentan/Ot.140/2/2013 Tentang Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2013,
- Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12/Kpts/Kn.210/K/02/2016 Tentang Petunjuk Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Tahun 2016.